Hai begitulah kata para pujangga
Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga
Hai begitulah kata para pujangga
Aduhai begitulah para pujangga
Taman suram tanpa bunga
Ada yang dicinta giat bekerja
Entah apa entah siapa
Karena cinta jiwa gairah
Tanpa cinta hidup pun hampa
Ternyata amat utama adanya cinta
Hai begitulah kata para pujangga
Aduhai begitulah para pujangga
Tapi jangan cinta buta
Soal cinta soal kita
Cinta kebutuhan manusia
Siapa saja memerlukannya
Karena cinta punya daya
Ternyata amat utama adanya cinta
Hai begitulah kata para pujangga
Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga
Hai begitulah kata para pujangga
Aduhai begitulah para pujangga
Yee... ha! Yeh!
Marilah, Dik, mari cepat
Kita 'kan segera berangkat
Wanita:
Tunggulah , Bung, sabar dulu
Baru saja ‘ku di pintu
Pria:
Mau ke manakah tujuanmu
Wanita:
‘Ku hendak pergi ke Pasar Minggu
Pria:
Sayang tiada tempatnya lagi
Wanita:
Biar berdiri juga pun jadi
Pria:
Sediakanlah ongkosnya
Sepuluh rupiah saja
Wanita:
Nah, inilah, Bung, uangnya
Jangan lupa kembalinya
Kegagalan cinta
Takkan terulang kedua kali
Di dalam hidupku
Ho.. Ho.. Ya nasib ya nasib
Mengapa begini
Baru pertama bercinta
Sudah menderita
Cukup sekali aku merasa
Kegagalan cinta
Takkan terulang kedua kali
Di dalam hidupku
Reff:
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Kalau begini akhirnya
Tak mau bermain cerita
Bahwa kehadirannya sungguh berharga
Sungguh berat aku rasa kehilangan dia
Sungguh berat aku rasa hidup tanpa dia
Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga
Ku tahu rumus dunia semua harus berpisah
Tetapi kumohon tangguhkan, tangguhkanlah
Bukan aku mengingkari apa yang harus terjadi
Tetapi kumohon kuatkan, kuatkanlah
Paling dimanja itu sang kekasih
Walau dicubit, tapi cubitnya sayang
Walau digigit, tapi gigitnya sayang
Disayang-sayang itu sang kekasih
Dimanja-manja itu sang kekasih
Punya uang untuk sang kekasih
Punya barang untuk sang kekasih
Lupa makan ingat sang kekasih
Lupa kawan ingat sang kekasih
Lapar jadi kenyang kalau sudah jumpa kekasih
Susah jadi senang kalau sudah jumpa kekasih
Tiada yang tahu ke mana ‘ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Gunung tinggi ‘kan kudaki
Lautan kuseberangi
Aku tak perduli
Dalam aku berkelana
Tiada yang tahu ke mana ‘ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Tak akan berhenti aku berkelana
Sebelum kudapat apa yang kucari
Walaupun adanya di ujung dunia
Aku ‘kan ke sana ‘tuk mendapatkannya
Mungkin hatimu bertanya
Apakah kiranya yang sedang kucari
Dalam berkelana hai selama ini
Oh baiklah kukatakan
Yang kucari adalah
Cinta yang sejati
Dalam aku berkelana
Tiada yang tahu ke mana ‘ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Dari satu tempat ke tempat lainnya
Cuma ‘tuk mencari cinta sejati
Telah lama aku hidup berkelana
Dari satu cinta ke cinta lainnya
Gunung yang tinggi ‘lah kudaki
Lautan telah kuseberangi
Gunung yang tinggi ‘lah kudaki
Lautan telah kuseberangi
Wahai di manakah cinta sejati
Aku berkelana hanya sia-sia
Karena yang tiada berjumpa
Rupanya adanya dekat sekali
Cinta yang sejati ada di rumahku
Hai tak salah lagi cintanya ibuku
Tiada yang tahu ke mana ‘ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Gunung tinggi ‘kan kudaki
Lautan kuseberangi
Aku tak perduli
Tak akan berhenti aku berkelana
Sebelum kudapat apa yang kucari
Walaupun adanya di ujung dunia
Aku ‘kan ke sana ‘tuk mendapatkannya
Sampai mati kau mencari
Tak ‘kan engkau temui
Karena aku telah berkelana
Untuk mencarinya
Bahkan sampai ke ujung dunia
Tapi sia-sia
Semuanya kisah cinta dalam dunia ini
Ceritanya sama saja tiada yang sejati
Hanyalah pada permulaannya
Sungguh sangat mesra
Bila sudah mencapai puncaknya
Cintanya pun sirna
Berjuta-juta cinta bersemi di dunia ini
Tapi tetapi tiada satu cinta pun yang abadi
Cinta pada kekasih bukan cinta yang suci
Karena di balik cinta ada nafsu birahi
Yang membuat cinta tak murni
Bumi kering menangis retak
Tiada daun walau sepucuk
Tiada air walau setetes
Bagaikan musafir yang haus
Di tengah gurun sahara
Panas terik sang matahari
Bagai akan membakar bumi
Begitulah bumi yang kering
Menanti hujan menyirami
Insan dan hewan turut bersedih
Pohon layu kering dan mati
Kering dilanda musim kemarau
Yang seakan tak mau berhenti
Oh Tuhan berikan rahmat-Mu
Agar kemarau berlalu
Saat-saat paling menakutkan
Sang malaikat pencabut nyawa
‘Kan merenggut ruhmu dari badan
Tak seorang pun yang akan dapat
Menolongmu dari kematian
Juga hartamu tak akan mampu
Menebusmu dari kematian
Ada dua cara kematian
Tergantung amal dan perbuatan
Ada yang bagai rambut dicabut dari tepung
Ini mati bagi yang taqwa
Namun bagi orang yang durjana
Mati ‘kan merupakan derita
Sakitnya bagai sutra dicabut dari duri
Ini adzab Tuhan yang nyata
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya
Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya
Doa ibumu dikabulkan Tuhan
Dan kutukannya jadi kenyataan
Ridla Ilahi karena ridlanya
Murka Ilahi karena murkanya
Bila kau sayang pada kekasih
Lebih sayanglah pada ibumu
Bila kau patuh pada rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu
Bukannya gunung tempat kau meminta
Bukan lautan tempat kau memuja
Bukan pula dukun tempat kau menghiba
Bukan kuburan tempat memohon doa
Tiada keramat yang ampuh di dunia
Selain dari doa ibumu jua
Betapa hati rindu pada dirimu, duhai kekasihku
Segeralah kembali pada diriku, duhai kekasihku
Pria:
Aku juga rindu lincah manja sikapmu
Aku sudah rindu kasih sayang darimu
Duet:
Semoga kita dapat bertemu lagi seperti dahulu
Supaya kita dapat bercinta lagi seperti dahulu
Wanita:
Gelisah, hati gelisah, sejak kepergianmu
Tak sabar, hati tak sabar, menanti kedatanganmu
Pria:
Tenangkanlah hatimu, jangan gelisah
Aku tahu kau menanti
Sabarkanlah hatimu, sabarlah sayang
Aku segera kembali
Bukan keroncong yang asli
Lagunya pun asal jadi
Cuma ‘tuk menghibur diri
Ini keroncong Melayu
Keroncong yang tak karuan
Lagunya pun pakai gendang
‘Tuk membuat hati senang
Kalau merdu tak usah dipuji
Tak merdu jangan dicaci
Kalau senang silakan berdendang
Tak senang jangan dibuang, aduh saying
Di balik kerudung putih
Di balik kerudung wajahmu tersembunyi
Kau cantik alami anugerah Ilahi
Tapi bukan karena itu aku cinta padamu
Juga bukan karena itu aku sayang padamu
Kauhiasi diri dengan budi pekerti
Kauhambakan diri ke hadirat Ilahi
Itulah yang menyebabkan aku cinta padamu
Itulah yang menyebabkan aku sayang padamu
Di balik kerudung wajahmu tersembunyi
Kau cantik alami anugerah Ilahi
Tiada lelaki yang membantah
Kecantikan wajahmu, kelembutan sikapmu
Keindahan senyummu
Tapi yang menyilaukan mata
Sinar keimananmu yang selalu kaupancarkan
Dalam setiap langkah
Gadis seperti kamu yang aku dambakan
Betapa manisnya senyummu
Takdir kasih mesra memanja
Padaku kaupasrahkan cinta
Engkau rela hidup bersama
Walaupun di dalam derita
Alangkah beruntung diriku
Mendapat balasan cintamu
Namun apa yang hendak dikata
Malang tiada dapat dihindari
Kasih tercinta telah kembali
Memenuhi panggilan Ilahi
Tinggallah puing-puing kenangan
Runtuhan dari cinta yang indah
Berserak menimbun hati ini
Menambah rasa nyeri yang pedih
Engkaulah bintang yang tak lelah terang
Cahayamu tiada lagi
Sirnalah segalah harapanku
Bak biduk dihempas badai lalu
Karamnya cinta dalam hati
Bukan karena patah berkasih
Namun takdir tak menghendaki
Hidup bertiarakan kasih
Tinggallah puing-puing kenangan
Runtuhan dari cinta yang indah
Janganlah kau asyik terlena
Sadarkan dirimu dari segala dosa
Yang akan menyesatkan jiwa
Itu semua perilaku syetan
Yang selalu akan merugikan
Tuhan telah berfirman tempatnya sang syetan
Di dalam neraka jahanam
Di-di-di-di-di-di-di-di-di
Di-di-di-di-di-di-di
Adakah dalam hatimu takut pada Tuhan
Adakah dalam hatimu penuh dengan syetan
Sekilas memang menyenangkan
Alam ini bagaikan surga
Sepintas memang mengasyikkan
Dunia ini bagai impian
Itu semuanya bujuk rayu syetan
Seperti minuman, juga perempuan
Supaya manusia berdosa
Begitulah syetan menggoda
Kepada semua manusia
Maka waspadalah sesungguhnya syetan
Musuh manusia yang nyata
Hari itu akan diterbangkan
Gedung-gedung yang tinggi menjulang
Hari itu akan ditumbangkan
Hari itu hari kiamat
Hari yang menghancurkan jagat
Hari itu hari kiamat
Hari yang menghancurkan umat
Lautan yang selalu bergelombang
Hari itu akan ditumpahkan
Langit yang penuh dengan bintang
Hari itu akan dihempaskan
Hari itu tiada lagi perlindungan
Hari itu tiada lagi pertolongan
Semua orang ketakutan
Jeritan tangis memilukan
Rasa kengerian mencekam
Maut menyelubungi alam
Hari itu tak berguna lagi harta
Hari itu tak berharga lagi nyawa
Semua makhluk dimusnahkan
Seluruh alam dihancurkan
Darah ‘kan menjadi lautan
Kepingan bangkai berserakan
Terangnya cahaya matahari
Hari itu akan dipadamkan
Semuanya isi perut bumi
Hari itu akan dimuntahkan
Malam purnama menjelang di bulan Juni
Oh, sungguh nikmatnya dan berbahagia
Karena di malam itu aku berdua
Karena di malam itu aku berdua
Oh, mencurahkan rasa kasih berdua
Malam purnama menjelang di bulan Juni
Di situ kisah kumulai bersamanya
Yang telah lama kudambakan berdua
Untuk saling menyatakan rasa cinta
Agar tiada terpendam di jiwa
Oh, aku gembira dia pun bahagia
Aku gembira dia pun bahagia
Oh kini aku dan dia hidup bersama
Oh kini aku dan dia hidup bersama
Oh, jadi suami dan isteri setia
Semoga berbahagia untuk selamanya
Kunanti, kunanti, kau kunanti
Oh manisku, sayangku
Oh manisku, sayangku
Telah lama, telah lama, ‘ku menunggu
Telah lama, telah lama, ‘ku menanti
Belum juga kau datang
Belum juga kau datang
Kejam, kejam, betapa kejam
Membuat aku lama menanti
Janji, janji, mengapa janji
Kalau tiada engkau tepati
Kurasa engkau pun tahu betapa jemu menanti
Ke mana, ke mana, kita pergi ke mana
Mencari hiburan di malam Minggu ini
Pria:
Mencari, mencari hiburan malam ini
Jangan jauh-jauh, kita ke Monas saja
Wanita:
Ada apakah kiranya di Monas
Hingga kau mengajakku pergi ke sana
Pria:
Apakah engkau benar belum tahu
Ada air mancur yang pandai berjoget
Wanita:
Ha? Bisa joget?
Pria:
Apa kau tak percaya?
Wanita:
Jogetnya seperti manusia?
Pria:
Ya seperti manusia
Wanita:
Musiknya ada nggak?
Pria:
Musiknya tentu ada
Wanita:
Aih, lucu dong ya?
Pria:
Memang lucu sekali
Duet:
Mencari, mencari hiburan malam ini
Jangan jauh-jauh kita ke monas saja
Marilah, marilah pergi sekarang saja
Kita menyaksikan air mancur di sana
0 komentar:
Posting Komentar